5 Hal Positif Odong-odong

Ayo ibu-ibu sini kumpul. Nyok kita cerita soal anak-anak yang 'candu' naik odong-odong. Pasti rata-rata semua anak-anak bakal nagih ya naik odong-odong. Meski ga semua anak-anak senang dan suka, tapi tampaknya melihat teman-temannya enjoy di atas odong-odong memotivasi anak yang tadinya tidak suka berubah menjadi suka. Dan hal inilah yang dialami oleh anak-anak saya.

Awal kisahnya sih atas nama sayang cucu. Hehehehe... Jadi ceritanya embunya anak-anak (mertua saya) pengen nyenengin cucu. Pengen liat cucu bahagia tertawa sumringah. Jadilah waktu itu anak-anak saya ditawari naik odong-odong. Saya sendiri ga bisa melarang ya. Selain ga enak sama mertua, saya juga penasaran melihat reaksi anak-anak. Apa mereka memang suka atau tidak. Eh bener aja ya, mereka ga suka naik odong-odong. Saya langsung berucap "alhamdulillah...".

Cukup lama berselang waktu. Adalah ya sekitar 3 minggu. Embunya masih penasaran kaya nya. Jadilah dinaikin odong-odong lagi. Dan eng ing eng.... anak-anak mulai ngerasain asiknya naik odong-odong. Tetooooot -_-'. Dan saya akhirnya memasuki babak dimana harus 'berdebat' dengan anak ketika mereka minta naik odong-odong.

Seiring berjalannya kemampuan perodong-odongan anak-anak saya. Saya mencoba mencari apa sih hal positif yang bisa saya petik dari odong-odong ini. Kan katanya setiap hal itu pasti ada positif negatifnya. Nah negatifnya odong-odong kan udah ya. Sekarang positif nya. Oke baiklah, mari coba kita list.

1) Odong-odong melatih kemampuan vestibular anak-anak
Hehehe.. mentang-mentang abis baca tentang saraf vestibular alias saraf keseimbangan, saya jadi ngait-ngaitin deh. Tapi coba deh perhatiin. Naik odong-odong itu kaya naik wahana bermain gitu kan ya. Mobil-mobilan yang bertengger di sebuah kereta dan kemudian bergerak naik turun dengan jarak anak ke tanah yang lumayan tinggi. Artinya, butuh keseimbangan sehingga anak bisa bertahan di atas odong-odong. Kemampuan bertahan itulah yang melibatkan saraf vestibular anak.

2) Odong-odong ajang anak-anak bersosial
Kata orang semakin tinggi kedudukan sosial seseorang, semakin individualis kehidupannya. Nah, odong-odong memang seringnya adanya dikampung ya. Dan masyarakat di perkampungan atau desa jauh lebih sosialis ketimbang kota. (Persepsi ●desa>> menengah ke bawah, ●kota>> menengah ke atas). Hal ini terlihat dari aktivitas hariannya. Masyarakat desa masih menggunakan transportasi umum, dimana disana mereka saling bertemu dan bertegur sapa dengan orang lain. Nah odong-odong ibaratkan transportasi umum. Dimana anak-anak terkadang bertemu dengan anak lain. Disinilah ajang bersosial ini terjadi. Dan sering juga lho emak-emaknya jadi ngerumpi.. #nahlhooooo

3) Odong-odong menuntut ketegasan orang tua
Seringkali orang tua marah ketika anaknya minta odong-odong. Banyak faktor marahnya, bisa jadi karena tidak ada uangnya, bisa karena tidak mau anaknya terbiasa, bisa juga karena orang tuanya sedang sibuk dan tidak bisa mendampingi anaknya naik odong-odong. Apapun faktornya, ketika berani memulai memperkenalkan anak dengan sesuatu dan kemudian si anak suka, maka disitulah Ibu atau Ayah harus mampu bersikap tegas dan siap menerima konsekuensi logis akan hak tersebut. Tegas bukan berarti marah. Tegas artinya memberikan kejelasan kepada anak kapan boleh kapan tidaknya. Ketika tidak, tetap jalankan ketetapan tersebut. Jika anak menangis, biarkan saja karena itulah salah satu konsekuensi logis yang harus kita hadapi. Jika digubris, justru anak akan menjadikan tangisan sebagai senjatanya ketika memiliki keinginan lain nantinya.

4) Odong-odong ajang berbagi
Seringkali kan ya odong-odong dinaiki oleh beberapa anak. Nah seringkali juga saya temukan para orang tua saling membayarkan odong-odong anak yang lainnya. Kebiasaan sosial ini menurut saya bagus ya. Asal jangan sampai yang memberi terus-terusan orang yang sama. Kalo seperti itu namanya 'kebangetan'. Hehehe... jadi jika sedang memiliki kelebihan rezeki, bayarkan saja anak-anak lain. Hitung-hitung sodaqoh. Hehe... oh ya, melebihkan bayaran untuk bapak yang mengayuh odong-odongnya juga bagus lho. Sodaqohnya kita plus-plus. Selain membuat orang lain senang, juga meringankan beban si Bapak odong-odong.

5) Odong-odong salah satu cara membahagiakan anak
Sudah jadi kewajiban orang tua donk membuat anak bahagia. Prinsip saya sama suami, tidak akan memperkenalkan wahana bermain, makanan dan minuman, serta mainan yang membutuhkan cost tinggi. Sehingga dalam membahagiakan anak-anak pun kami memilih hal-hal yang sederhana dan cheaper. Salah satunya ya odong-odong ini.

Mudah-mudahan info nya bermanfaat ya. Saya berbagi info ini karena sering aja kepikiran tentang penghasilan tukang odong-odong. Yah meski sangat banyak ya profesi lain yang juga penghasilannya tidak seberapa, tapi berhubung odong-odong sangat dekat dengan kehidupan saya sekarang ini, jadilah lebih merhatiin tukang odong-odong ketimbang ibu-ibu sayuran. :D

Bandung, Baleendah
19 Agustus 2015

^^

4 komentar:

  1. Kalo naik odong odong tentuny harus pengawasan org tua ya bun yaaa :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya tentu mba.. meski ada juga ortu yg sambik rumpi eh anaknya duduknya udah miring. Untung mamang2 nya merhatiin.. hehe

      Hapus
  2. Balasan
    1. Puas2in dulu aja.. mumpung msh bisa naik odong2nya,, hihihi

      Hapus